Satgasmafia.com, Pekalongan – Dua karyawan BUMN Permodalan Nasional Madani (PNM) di Pekalongan yang menjadi korban penganiayaan lima orang pemuda di Desa Babalan Lor, Kecamatan Bojong, menolak damai. Penolakan itu dilakukan lantaran keluarga korban lebih memilih melanjutkan kasus itu ke jalur hukum.
“Kami sudah serahkan proses hukumnya ke polisi, jadi kami menolak damai,” ujar Yuni (52) ibu korban dari Muhammad Rizki (21), Rabu (22/11/2023).
Sumiati mengungkapkan salah satu keluarga pelaku penganiayaan sudah dua kali datang ke rumah untuk meminta damai. Pihak keluarga pelaku datang didampingi kepala desa.
Selain datang untuk minta maaf, keluarga pelaku juga bermaksud menawari uang damai dan mengajak negoisasi. Karena dirasa tidak serius, dirinya langsung menolak.
“Saya sudah meminta kepada pihak keluarga pelaku dan kepala desa untuk tidak bolak-balik datang ke rumah karena lebih baik proses hukum tetap berjalan,” tukasnya.
Hal yang sama juga terjadi pada korban lainnya, Nurul Febrianto (21) yang didatangi beberapa kali oleh keluarga pelaku bersama perangkat desa.
“Saya kan sudah lapor sama polisi ya itu sudah menjadi urusannya polisi. Saya tidak bisa menerima maaf karena saya tidak diterima, kan saya dikeroyok,” katanya.
Ia menyebut keluarga pelaku memintanya untuk mencabut laporan dan menawari uang damai. Janjinya mau memberi uang Rp 10 juta, namun dirinya menolak dan sejak itu tidak lagi datang ke rumah.
“Saya untuk memulihkan kondisi saya yang babak belur membutuhkan waktu satu bulan, itupun masih terasa sakit apalagi ada resiko mata dan tiap kali batuk keluar darah dari mulut dan hidung. Lalu cuman minta maaf dan nawari uang seperti itu, saya gak mau dan tidak sepadan dengan rasa sakit saya dijebak lalu dikeroyok, ya tidak terimalah,” bebernya.
Sementara itu Zaenudin, kuasa hukum korban menambahkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan keluarga korban sakit hati dengan para pelaku sehingga menutup pintu damai.
“Ada pernyataan keluarga pelaku yang mengaku sudah mengkondisikan semua APH dan LSM termasuk mencatut nama Ketua DPRD sehingga meminta pelalu lainnya santai saja karena merasa tidak bakal diproses hukum,” ungkap Zaenudin.
Ia melanjutkan, aksi pengeroyokan itu diduga sudah direncanakan melalui sekenario yang diawali ajakan untuk melakukan pertemuan yang berujung pengeroyokan. Kemudian juga ada dugaan keterlibatan tuan rumah yang menjadi lokasi kejadian meminta para pelaku penganiayaan untuk tidak memakai senjata tajam.
“Jadi ini sudah direncanakan melibatkan banyak pihak. Indikasinya sebelumnya rencana aksi pengeroyokan tidak dicegah bahkan dibiarkan asal tidak menggunakan senjata tajam dan yang lebih ironi korban dibiarkan tergeletak tanpa ada yang menolong, beruntung korban masih sadar dan masih bisa pulang sendiri,” urai Zaenudin.
Karena itulah korban meminta pendampingan hukum kepadanya dan setelah ini tim kuasa hukum akan mengawal kasus ini hingga harapan keadilan bagi korban bisa ditegakkan.
“Sudah kami pertanyakan perkembangan penanganan kasus itu ke Polsek Bojong. Penyidik berdalih kasus akan dilanjutkan namun masih harus menunggu antrian lantaran banyak yang belum terselesaikan,” tutup Zaenudin. (*)