Satgasmafia.com, Kota Pekalongan – Tuntutan pihak Perumda Tirtayasa Kota Pekalongan meminta maaf dan mengakui kesalahan secara terbuka makin mengemuka. Salah satu pelanggan PDAM, Agus Wahyudi (60) warga Kelurahan Podosugih meminta perusahaan plat merah itu bertanggung jawab.
“Mereka harusnya meminta maaf dan wajib menjelaskan kepada publik bahwa air PDAM itu memang tidak layak digunakan untuk minum atau memasak,” ujarnya saat ditemui pantura24.com, Jum’at (3/11/2023).
Ia mengatakan bila kondisi itu terus dibiarkan tanpa ada tindakan maka selanjutnya tidak akan ada artinya dan pemerintah daerah sendiri selama ini terkesan hanya bisa diam.
Pihak lainnya seperti legislatif harusnya juga ambil sikap dengan permasalahan ini. Mereka tidak harus menunggu masyarakat yang bertindak. Maka perlu ditanyakan ada apa?.
“Saya katakan ada batas-batas kesabaran. Ya kalau memang seperti itu kenapa tidak, jadi kalau diabaikan akan bertambah luas dampaknya,” katanya.
Sementara itu Edi Setiono dari Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) mengungkap pihaknya sudah beraudensi dengan pimpinam Perumda Tirtayasa Kota Pekalongan untuk mengklarifikasi apa yang menjadi kegundahan masyarakat terkait air PDAM.
“Beberapa sumur-sumur yang ditengarai mengandung zat yang tidak baik lah ya, zat nya apa namanya itu memang sudah diakui oleh dirut,” ungkap Edi.
Namun yang jelas beliau menyampaikan bahwa sumur yang ada di Kota Pekalongan, yang digali bukan dari sumber mata air itu ada 30. Dari 30 sumur itu memang laporan Dinas Kesehatan yang sempat dirinya baca ada beberapa titik kualitasnya tidak baik.
“Saya belum tahu dari segi mana kualitas tidak baiknya itu, mengandung apa nanti akan audiensi lagi untuk itu,” katanya.
Ia menjelaskan saat diambil sampel air pada waktu itu semua sumur masih berfungsi. Namun hingga hasil uji lab itu muncul sumur yang dianggap tidak baik itu belum diputus atau ditutup.
Untuk itu pihaknya akan mengejar. Dirinya enggan berpolitik apakah itu air bersih atau air minum, yang jelas dari segi nama saja sudah terbaca Perusahaan Daerah Air Minum tapi dirinya tidak mau tahu karena yang jelas masyarakat memakai jasa PDAM itu tercemari racun.
“Jadi ini bukan kesalahan dari pimpinan semata tapi Dewan Pengawas juga harus, termasuk mungkin pejabat lain yang berkompeten di situ,” papar Edi.
Dalam audensi itu dirinya juga bersepakat dengan Dirut PDAM bahwa untuk sumur-sumur yang ditengarai beracun itu harus diputus dan dihentikan. Nantinya itu akan dipasok dengan cara lain.
“Alam yang akan membawa itu saja, saya tidak bisa membela itu tidak bisa menjatuhkan, alam yang akan membawa. Kalau memang beliau ternyata progresnya bagus alam akan mendukung. Alam itu ya maksudnya masyarakat dan yang lain,” tutupnya.
Terpisah, Didik Pramono dari LBH Adhyaksa menyampaikan perlunya memanggil atau menghadirkan pimpinan PDAM sebelumnya, karena ia menduga ada semacam estafet kebijakan yang diturunkan dari pejabat lama lalu diteruskan oleh pejabat baru.
“Jadi ada semacam serentetan peristiwa seperti munculnya dana hibah, penyertaan modal, CSR (Corporate Social Responbility) atau tanggung jawab sosial perusahaan dan Perwal terkait pungutan uang perawatan sebesar 10 ribu. Dan diduga itu belum ada auditnya, sehingga untuk mengungkapnya penting dilakukan audit,” bebernya. (*)