SATGASMAFIA.COM, KOTA PEKALONGAN – Kepala Sekolah SMA 3 Kota Pekalongan, Yulianto Nurul Furqon membantah adanya ancaman pemberian sanksi kepada siswa yang mengikuti aksi demo di sekolah. Ia juga menampik isu intimidasi dari sekolah kepada siswa terkait permintaan penghapusan obrolan di chat What’s App berhubungan dengan oknum guru yang menjadi terduga pelaku pelecehan seksual secara verbal.
“Tidak, tidak ada itu. Monggo bermedia sosialah dengan baik karena pihak sekolah tidak pernah seperti itu,” katanya usai menerima kunjungan Komisi C DPRD Kota Pekalongan, Jum’at 4 Oktober 2024.
Ia menegaskan bahwa apa yang dilakukan siswa tempo hari itu adalah ungkapan aspirasi dan pihaknya sudah memenuhi permintaan siswa untuk memutasi yang bersangkutan. Per hari Kamis 3 Oktober oknum guru yang dimaksud sudah tidak lagi menjadi guru Bimbingan Konseling (BK) di SMA 3 Kota Pekalongan.
Yulianto menjelaskan pihaknya sudah menerapkan standar operational prosedure (SOP) berkaitan dengan siswa yang menjalani konseling dengan guru BK seperti wawancara dilakukan oleh guru BK wanita hanya menangani murid perempuan, begitu juga sebaliknya.
“Kemudian penanganan pasca aksi demo tempo hari juga sudah dilakukan seperti kemarin Dinas Kesehatan sudah mengirimkan tim lengkap dengan ambulan untuk memeriksa kesehatan dan kejiwaan para korban dan hasilnya sudah kita terima,” jelasnya.
Lalu pada Senin depan pihaknya kembali menghadirkan tim psikolog dari Dinas Kesehatan untuk melakukan skreening. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan kondisi psikologis yang diderita para korban tidak hanya berasal dari kasus kemarin, namun bisa juga berasal dari pergaulan dan masalah keluarga.
Sementara itu anggota Komisi C DPRD Kota Pekalongan, Budi Setiawan menambahkan pihaknya sudah meminta kepada Dinas Pendidikan untuk menyikapi dengan membuat kebijakan yang tidak bertentangan dengan kewenangan pemerintah Provinsi Jawa Tengah demi melindungi para siswa.
“Mereka semua itu warga kita apalagi korban juga warga Kota Pekalongan, itu yang pertama. Yang kedua bahwa konseling itu hanya bisa dilakukan oleh guru perempuan dengan murid perempuan dan guru laki-laki dengan murid laki-laki agar tidak kembali memunculkan permasalahan yang sama di kemudian hari,” katanya.
Budi mengaku tidak mengetahui jelas apakah selama ini kebijakan terkait perlindungan anak dari tindakan perundungan dan pelecehan itu sudah diterapkan dengan baik atau tidak. Sepanjang yang ia ketahui semua sekolah ada kebijakan seperti itu.
“Mungkin di sini kurang diaktifkan atau apa saya tidak tahu. Namun pada prinsipnya di propinsi ada kebijakan seperti itu,” ujarnya.