SATGASMAFIA.COM, KOTA PEKALONGAN – Kepala SMK Muhammadiyah Kota Pekalongan Khusnawan tidak membantah ratusan ijazah milik siswanya masih tertahan di rak penyimpanan sekolah. Ijazah tersebut ada yang belum diambil sejak 2005.
“Persisnya memang belum kami hitung tapi jumlahnya seratusan ada,” ungkapnya usai mediasi antara perwakilan orang tua murid di Ruang Tata Usaha SMK Muhammadiyah, Selasa 22 April 2025.
Kendati demikian ijazah yang tertahan di sekolah tiap tahun jumlahnya semakin berkurang tiap kali ada kelulusan karena beberapa alumni ada yang menebus atau membayar kekurangan administrasi.
Ia menyebut ada sejumlah faktor yang melatarbelakangi ijazah tidak diambil seperti tunggakan pembayaran administrasi sekolah, sengaja tidak diambil karena sudah nyaman bekerja atau melanjutkan sekolah dan meninggal dunia.
“Untuk kasus yang meninggal dunia kami berinisiatif untuk mengantarkannya ke rumah. Awalnya kami tidak mengetahui informasinya, akan tetapi setelah tahu kami serahkan kepada keluarganya,” ujar Khusnawan.
Adapun menanggapi permasalahan para orang tua dan alumni yang mengeluhkan ijazah masih ditahan oleh sekolah maka pihaknya tidak bisa memutuskan sendiri karena harus dibicarakan dengan yayasan.
“Pada dasarnya kami tidak ingin memberatkan orang tua, akan tetapi tidak juga memberatkan kami. Jadi kami carikan win win solution agar agar kebutuhan orang tua terpenuhi,” jelasnya.
Khusnawan mengatakan akan mempertimbangkan masukan dari perwakilan orang tua murid sebagai bahan evaluasi ke depannya apakah ijazah yang masih tertinggal di sekolah bisa diberikan ke pemiliknya karena menyimpan ijazah terlalu lama juga ada resikonya.
Sebagai tambahan informasi, SMK Muhammadiyah memiliki 470 siswa dan 61 karyawan dengan rincian 41 di antaranya adalah guru. Pihak sekolah secara berkala atau tiap tiga bulan sekali menerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp 1,6 juta per anak dan juga ada bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) sebesar Rp 1,8 juta bagi 140 siswa penerima.
“Jadi kami ilustrasikan 30 persen dari dana BOS dipakai untuk gaji guru dan sisanya untuk operasional sekolah seperti bayar listrik, perawatan, alat praktek dan lain-lain,” urainya.
Kemudian ada lagi uang pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) sebesar Rp 320 ribu untuk kelas satu dan dua serta kelas tiga sebesar Rp 420 rbu di mana Rp 100 ribu dipakai untuk cicilan persiapan ujian lintas industri seperti membayar penguji atau mengundang narasumber.
Sementara itu Ketua LBH Adhyaksa, Didik Pramono yang mewakili sejumlah orang tua murid dan alumni meminta kepada pengelola SMK Muhammadiyah Kota Pekalongan untuk mempertimbangkan langkah pengembalian ratusan ijazah yang ditahan sejak 2005 hingga 2025.
“Kami tidak ragu-ragu melaporkan kasus penahanan ratusan ijazah ini kepada Ombudsman maupun ke Provinsi Jawa Tengah termasuk kepada pemerintah pusat,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan sejumlah orang tua murid dan alumni SMK Muhammadiyah Kota Pekalongan yang mengaku ijazahnya ditahan sejak 2021. Tidak hanya ijazah, pihak sekolah juga meminta uang yang nominalnya cukup besar bila ingin mendapatkan salinan atau fotokopi ijazah.
Salah satu alumni DA (21) mengatakan dirinya sudah pernah mengajukan keringanan ke sekolah namun tetap diwajibkan untuk melunasi tunggakan SPP sebesar Rp 4 juta lebih. Ia sudah menceritakan kondisi orang tuanya yang bekerja sebagai tukang parkir kesulitan keuangan lantaran terdampak Pandemi Covid-19.
Akibat ijazah ditahan oleh sekolah menyebabkan dirinya kesulitan mencari pekerjaan dan terpaksa menganggur selama dua tahun dan untuk memenuhi kebutuhan dirinya bekerja membantu teman yang berbisnis online. Ia berharap dengan adanya pengaduan ke lembaga hukum bisa membantunya mendapatkan kembali ijazahnya.